SUATU PERMULAAN

SUATU PERMULAAN

Sore hari adalah waktu paling menyenangkan. Ketika badan sudah menemukan tempat berlabuh setelah otak lama berlayar sehari tadi. Sore di Jogja tidak seistimewa dengan sore di tempat kelahiranku. Sorenya Jogja biasa saja, tidak ada sepoian anggin pantai, tidak ada hempasan ombak menari-nari pelan mencium bibir pantai pasir putih, lengkap dengan matahari menyentuh garis di cakrawala. Suatu landscape senja yang tak mungkin dapat disandingkan dengan lukisan sekelas Piccaso sekalipun.


Sorenya Jogja penuh hingar-bingar ragam aktifitas anak muda. Kota paling padat karena disebut-sebut sebagai salah satu kota dengan kepadatan sepeda motor tertinggi di Asia Tenggara. Soreku kali ini tanpa aktifitas berarti. Rasanya tidur sorepun percuma. Apalagi memimpikankan masadepan yang tak mungkin diraih dengan melamun.

Sepertinya menikmati secangkir kopi dan obrolan hangat sore hari bisa jadi pengobat sakau senja di teluk Ambon. Pikirku dalam hati

Tanpa pertimbangan lebih lama. Aku mencoba menghubungi (sms) seorang teman. Dayung bersambut, kami sepakat bertemu di salah satu warung kopi langganan kami. Warung kopi yang oleh kawan-kawan sering di sebut sebagai The Real University atau Univercity of Mato. Mato adalah nama warungkopinya, nama yang disadur dari bahasa Madura yang aktinya ketagihan. Mato tempat belajar, tempat diskusi paling merdeka. Mungkin istilah kerennya Ruang Publik atau Rational Public Discuse. Meski belakangan sudah mulai bergeser, diskusi-diskusi kecil mulai hilang digantikan diskusi kartu Voker group.

……………

Kami Cuma berdua, duduk bersedekap di bawah Pohon Sukun. Suasanya begitu nyaman, bercampur dengan hembusan anggin sore membelai perlahan. Bila tidak malu mungkin kami sudah tertidur pulas dimanja suasana.

Pesanan kami, kopi susu sudah di depan mata. Aroma kopinya menggoda tiada dua, seumpama perawan minta dicumbui suaminya di malam pertama. Tanpa menunggu lama, langsung diserutup.

Struuuupp……..Struuuupp…….

Luar biasa, ini yang namanya kopi. Tidak salah bila kopi oleh sebagian sejarawan diangap sebagai factor pemicu terjadinya perubahan sosial. Kopi menjadi media bertemu, kopi seakan menjadi mantera ajaib membuat lidah diam jadi bergetar. Keingginan berbicara mendapatkan tempat. Karena kopi membangunkan lidah dari diam. Ungkap Pace Agus menorobos sunnyi.

Agustinus Kambuaya atau lebih akrab disapa Agus adalah putra Sorong. Anak muda enerjik. Atau mungkin dialah kopi kehidupan dilingkaran kominitas tempatnya hidup. Ceritanya tentang Sorong membuatku seakan barada dalam realitas sesungguhnya. Bila bercerita tentang keindahan Raja Ampat aku serasa ikut menyelam di kedalam laut, menikmati terumbukarang aneka rupa dan ragam ikan aneka spesies. Suatu pengalaman imajenatif yang sangat konspirasionis aku fikir. Karena terkadang dia seakan seperti dinas pariwisata, mempromosiakan kekayaan & keindahan alam tanah Sorong.

Aku fikir itulah filosofi kopi. Dari proses awal hingga akhir merupakan rangkaian kehidupan yang unik. Komentarku spontan

Kawan coba kau fikir. Kopi tumbuh di atas tanah, menyerap saripati tanah. Mengikat saripati yang khas tersebut dalam butir-butir buah. Manusia kemudian menyadari bahwa kopi adalah sejenis bahan mentah yang dapat diolah menjadi minuman. Percaya atau tidak? Kopi adalah tanaman tropis namun ternyata buakanlah tanaman asli Indonesia. Kopi awalnya tumbuh subur di daratan Amerika Latin tepatnya Nagara raja sepakbola, Brazilia. Anehnya bangsa Eropa pertama kali mengenal kopi dengan sebutan Arabika. Sedangkan Arabika tidak termaktub dalam kosakata bahasa daratan Brazilia. Setelah diselidiki ternyata orang Arab-lah yang memperkenalkan kopi pada Eropa. Begitu juga di Indonesia, kopi diperkenalkan oleh saudagar Arab lalu budidaya. Awalnya kopi oleh bangsa Eropa dianggap sebagai minuman mewah karena hanya dikonsumsi oleh kelas menengah keatas atau lebih tepatnya kelas bangsawan. Hadirnya kopi mengeser reputasi Teh sebagai minuman kelas menengah. Perkenalan kopi di Indonesia cukup lucu. Awalnya kopi dikatakan sebagai minuman setan. Tahu kenapa? Karena bila ada yang meminumnya maka jantungnya akan berdetak kencang dan tidak dapat memejamkan mata seharian.

Luar biasa. Dosen kita satu ini. Hehe….. Sahutku seketika memotong penjelasan panjangnya tersebut.

Aku sepakat bahwa kopi memiliki makna historis dalam perjalanan panjangnya sampai kita bisa menikmatinya sekarang. Pak tani, pengepul kopi, industry kopi, distributor, penjual, penikmat kopi dan masih banyak lagi elemen yang terlibat di dalamnya membuat kopi jadi istimewa.

Tiba-tiba Hp berbunyi. Nada pelan pertanda ada sms masuk. Rupanya sms dari seorang kawan. Ku baca sms itu perlahan.

Bung… mau ikut pelatihan SatuNama ngak? Kalau mau, masukan tulisan (esai) dan biodata ke panitia. Nanti aku kirim infonya via e-mail. Paling lambat jum’at 16 juli nanti formulir & tulisan sudah masuk.

Oke bung… aku ambil.

Dengan sedikit keraguan aku menyangupi tawaran tersebut. Ternyata aku baru sadar bahwa waktu yang dimaksud sudah menjerat leher. Tapi tak apalah fikirku, beginilah bila hidup dalam dunia modern namun minim informasi.

Ada apa bung? Tanya Agus

Oh… ini ada tawaran untuk ikut pelatihan SatuNama. Jawabku datar.

Wah… bagus itu. Kau ikut saja, SatuNama itu biasa adakan pelatihan yang berkualitas, integritasnya sudah teruji. Akan banyak manfaat bisa digenggam.

Relasi atau jaringan itu penting, kawan. Sekecil apapun harus dibentuk. Kau tau jaring laba-laba? Itu jerat sekaligus rumah yang paling canggih karena selain halus, kecil dan punya motif unik, jaring laba-laba adalah berfungsi sebagai kekuatan utama laba-laba untuk bertahan hidup menghindari agresifitas serangga lain. Jaring laba-laba yang sekilas renta tak berdaya itu ternyata mampu menjerat segangga besar seperti cicak. Bandingkan ukuran, berat dan kelincahan cicak dengan keadaan laba-laba. Nah… begulah Bung…

Dalam diam aku sadar bahwa Agus berusaha meyakinkanku. Mengunakan analogi laba-laba tersebut.

Sudah lagi apa yang kau fikirkan? Agus mulai agresif melihat gelagatku yang terus diam tanpa mimik.

Bung… Inggatkan kata Chairil

Isi gelas sampai penuh lalu kosongkan, peluk kecup perempuan tingalkan kalau merayu, pilih kuda paling binal pacu terus jangan tambatkan disiang dan malam.

Aku serasa dihipnotis oleh Agus. Penjelasanya bertubi-tubi seperti tinju Chris john menghujam wajah lawan hingga lawannya terseok-seok disudut ring. Namun aku pikir semua ada baiknya. Bertemu banyak orang tentu akan melahirkan banyak inspirasi. Inspirasi inilah pelita penerang membangun optimisme dalam menapaki kerikil tajam kehidupan.

Kopi mulai habis. Seiring gelam menyapu perlahan. Suasana sejuk berganti dingin angin malam. Dingin pancaroba, dingin yang seakan menyilukan iga-iga kami. Suasana tak nyaman itu menjadi penutup kuliah di warung kopi tersebut. Kami bergegas berhamburan menuju persinggahan selanjutnya.

Malam Itu, ku habiskan untuk menyiapkan aneka rupa perlengkapan untuk SatuNama. Setelah semunanya telah dirasa cukup. Kebingungan baru mulai mucul, ternyata ngak ada sepeserpun rupiah di kantong. Berbekal duaribu rupiah hasil pemerasan dari seorang kawan, aku bergegas ke warnet. E-mail selesai di kirim, sekarang waktu yang paling menjengkelkan yaitu menunggu e-mail balasan……


NB: Untuk Kawan Agustinus Kambuaya



4 Responses
  1. irwanbajang Says:

    mantap jaya!!
    pembukaannya agak lebai dan terlalu narsis lokal... yah, begitulah selalau anak rantau!


  2. gafurdjali Says:

    kalo Bukan kita siapa lg???
    itu cuma sekercap cepap di lembar kertas tangkar
    Ode buat kampuang na jao di mato...
    hahahaha


  3. Irma Senja Says:

    selamat malam,...

    terima kasih untuk kunjungannya ke rmh virtualku :)


  4. gafurdjali Says:

    Oke..
    Trims Senja
    ayo.. berkaya & berkawa :)


Posting Komentar