Titik Balik Awalmula Perdagangan Internasional di Nusantara

By: Djali Gafur




Manusia adalah mahluk sosial (zoon politicon). Hidup dan berinteraksi merupakan hal alamiah manusia karena dengan berinteraksilah manusia berinovasi dan membangun peradabannya. Salah satu interaksi manusia yang telah berlangsung sepanjang peradaban dibangun adalah upaya pemenuhan kebutuhan sehari-hari dengan saling menukar barang atau barter. Barter kemudian merupakan aktivitas perdagangan paling kuno sebelum manusia mengenal alat tukar seperti uang. Pemenuhan ekonomi atau kebutuhan dengan cara barter dipandang telah memberikan kontribusi positif dalam perkembangan sejarah manusia karena barter menjadi mediasi untuk membentuk sosialitas masyarakat dan pada titik inilah intensitas interaksi manusia terbangun.

Perdagangan ala-barter dalam perkembangannya telah mempertemukan manusia dari segala penjuru belahan dunia, menyambungkan utara-selatan timur-barat dengan latarbelakang kebudayaan yang berbeda. Dalam historiografi modern, kita mengenal beberapa jalur perdagangan yang dapat menghubungkan Timur, Arab, Asia dan Barat salah satunya adalah jalur sutra. Jalur ini merupakan jalan penghubung yang mempertemukan timur jauh (gujarat, India, Arab) dengan pedagang dari Asia (China) negara-negara bawah anggin (Malaka, Nusantara) dan juga pedagang dari Eropa. Inilah awal interaksi perdagangan (ekonomi) paling intens yang sekaligus menjadi pertemuan antar budaya-budaya berbeda, suatu model perdagangan Internasional konvensional.

Kemunculan uang menjadikan manusia semakain mudah dalam menjalankan aktivitas perdagangan (ekonomi) dan barter perlahan mulai ditinggalkan meski demikian di beberapa tempat barter masih digunakan dalam perdagangan. Setelah penemuan Uang sebagai alat tukar ditambah dengan terbukanya jalur-jalur baru seperti Asia tenggara dan Amerika Latin membuat manusia berlomba-lomba untuk dapat menguasai jalur tersebut. Salah satu jalur yang menjadi primadona terutama dalam kurun waktu sekitar abad ke-13 s/d 16 adalah Asia tenggara terutama kepulauan Nusantara (sekarang Indonesia).

Nusantara pada zaman Sriwijaya, Majapahit hingga Mataram adalah produsen utama rempah-rempah yang sebagian besar dibeli oleh pedagang dari China, Arab dan India. Dengan memanfaatkan Jalur sutra kemudian mereka menjualnya ke Eropa yang ketika itu merupakan pasar potensial untuk perdagangan rempah-rempah dengan keuntungan berlipat ganda.

Pada awal abad ke-15 Eropa bukanlah kawasan yang paling maju di dunia juga bukan kawasan yang paling dinamis. Semula Eropa merupakan aktor pasif dalam perdagangan internasional, dan hanya mengandalkan Konstantinopel sebagai pelabuhan utama pensuplai barang (rempah-rempah) atau kebutuhan yang datang dari pedagang China, India dan Arab. Namun situasi kemudian berubah. Pada abad ke-15 kekuatan besar yang sedang berkembang pada waktu itu adalah Turki Ottoman. Pada tahun 1453 Konstantinopel yang semula dikuasai Eropa kemudian ditaklukan dan dikuasai oleh Turki ottoman (Ricklefs 2007:61)

Kekalahan tersebut merupakan titik awal kebangkitan Eropa. Konstantinopel sebagai gerbang perdagangan Eropa telah dikuasai oleh Turki hal tersebut menjadikan barang-barang yang dijual ke Eropa yang masuk melalui Konstantinopel berlipat ganda harganya sehingga tidak dapat dijangkau oleh masyarakat Eropa. Hal tersebut mengancam eksistensi kekuatan eropa (Spanyol, Portugis, Inggris, Belanda, Italia dll) dalam situasi terdesak akan kebutuhan sumberdaya alam untuk kemajuan ekonomi kerajaan maka muncul inisiatif melakukan ekspedisi-ekspedisi maritim untuk menemukan sumberdaya rempah-rempah tersebut.

Kemajuan dalam bidang navigasi perkapalan, geografi, astronomi, persenjataan, penemuan kompas dan peta kemudian mempermudah ekspedisi-ekspedisi tersebut. Mereka dapat membuat kapal-kapal besar yang mampu mengarungi samudera luas dengan persenjataan (meriam) sebagai alat pertahanan. Ketika zaman itu aura perang salib masih terasa kuat hal tersebut dapat dilihat dari doktrin suci yang ditanamkan untuk ekspedisi-ekspedisi ekonomi tersebut kemudian lahirlah semboyan Gold, Glory dan Gospel (3G) seakan menjadi mantra untuk menaklukan negeri bawah anggin (Malaka, Nusantara).

Titik terang ekspedisi Eropa adalah penemuan jalan menuju Mameluk (Maluku) negeri yang menyimpan rempah-rempah oleh bangsa Portugis. Pada tahun 1511 di bawah komando Alfonso de Albuquerque, Portugis dapat menguasai Malaka yang ketika itu merupakan jalur maritim perdagangan Internasional terramai di dunia yang menghubungkan Negeri atas angin, Timur tengah, China dan India dengan pemasok utama rempah-rempah dari Kepulawan Nusantara. Ini adalah titik yang sangat menentukan dalam sejarah Asia tenggara bahkan sejarah umat manusia.

Setelah penguasaan Portugis atas Malaka, membuat peta (Konfigurasi) perkembangan ekonomi mulai hancur, perdagangan kemudian digerakan dengan Instrumen kekerasan dan monopoli. Inilah masa yang oleh Pramoedya Ananta Toer dalam novelnya “Arus balik” dipandang sebagai awal kebangkitan Eropa yang membuat Eropa begitu superior hingga sekarang dan menjadi akhir dari kejayaan Nusantara yang menimbulkan keterpurukan dan kemiskinan sampai saat ini. Sebelumnya Nusantara merupakan daerah yang maju dan sedang berkembang dari tradisional menuju fase modernisasi ekonomi, hal tersebut hancur lebur karena hadirnya ekspansi dari pedagang Eropa yang menghalalkan segala cara termasuk kekerasan dalam melancarkan misinya.

Kemenangan Portugis tersebut kemudian disusul berdirinya kartel-kartel ekonomi modern dengan maksud hendak menguasai sumberdaya ekonomi yang ada di Asia Tenggara. Maka hadirlah Spanyol dengan spanish Conquistadors, Inggris dengan British Empire, dan perusahaan kartel pertama di dunia Belanda dengan East India Company (VOC). Semuanya merupakan perusahaan-perusahaan transnasional raksasa yang digerakan dengan dana yang memadai, kakuatan maritim besar dan mendapat otoritas penuh dari masing-masing negara. Kehadiran perusahaan (Kartel-kartel) tersebut adalah fase perubahan menuju sistem perdagangan modern yang sistematis. Kesemuanya adalah organisasi internasional pertama di dunia yang lahir dan berkembang mengeruk kekayaan Nusantara dengan maksimal dan sistematis. Perusahan-perusahan inilah juga merupakan jembatan menuju kolonialisme yang menghadirkan keterpurukan selama berabad-abad hingga saat ini.

Inilah catatan singkat bagaimana perdagangan Internasional lahir dan berkembang di Nusantara. Di mana Superioritas Eropa dibangun dari perdagangan (Ekonomi) yang membuat tidak fair adalah mereka memeras habis kekayaan dan potensi tanah orang untuk membangun kemakmuranya sendiri. Suatu ketidak adilan yang dinafikan selama berabad-abad.


Referensi

- Reid, Anthony. Dari ekspansi hingga krisis II (jaringan perdagangan global Asia Tenggara 1450-1680) Yayasan obor Indonesia, Jakarta, 1999

- Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Serambi, Jakarta, 2007

- Ananta Toer, Pramoedya. Arus Balik (Novel Sejarah), Hasta mitra, Jakarta 2001

- Adolf, Huala. Hukum Perdagangan Internasional, Rajawali pers, Jakarta 2005

- Gambar di sini

Minggu, 13 september 2009


Label: , edit post
0 Responses

Posting Komentar