PANCASILA LAHIR UNTUK (RE)PUBLIK



PANCASILA LAHIR UNTUK (RE)PUBLIK
oleh: Gafur Djali

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan (Pembukaan UUD 1945)

Itulah penggalan kalimat yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan suatu landasan berdirinya negara merdeka bernama Indonesia. Kemerdekaan ialah hak alamiah yang sudah ada semenjak manusia itu lahir, bila dalam deklarasi independen-nya Amerika, kemerdekaan yang mereka maksud adalah kemerdekaan individu untuk hidup dan berpendapat sehingga demokrasi (liberal) sebagai dasar dan tata negara.

Hal itu juga yang membedakan kemerdekaan yang dimaksudkan oleh bangsa Indonesia. Kemerdekaan Indonesia adalah kerdekaan yang bertujuan untuk membebaskan bangsa dari penjajahan (kolonialisme-imperialisme) untuk membentuk suatu negara-bangsa merdeka, untuk mementukan nasibnya sendiri, berdaulat atas tanah, air, udara serta memiliki kepribadian bersatu dalam semangat gotong royong.

Sejatinya tujuan kemerdekaan adalah untuk mencapai kebebesan, itulah prinsip universal kemerdekaan yang jalan satu-satunya adalah dengan Revolusi. Ada perbedaan mendasar antara Revolusi di India, Soviet, atau Amerika dengan Revolusi Indonesia. Revolusi Amerika terhadap kolonialisme Inggris, melahirkan Declaration of Independence 1776 adalah perlawanan yang dimotori oleh kelas bangsawan/borjuis di bawah pimpinan Thomas Jeferson, Thomas Paine, George Washington dll. Atau dapat diartikan revolusi Amerika begitu juga dengan revolusi Prancis adalah revolusinya kaum berjuis bukan revolusi rakyat. Revolusi India sejatinya merupakan perlawanan kelas menengah India (Borjuis India) terhadap kolonialisme Inggris dengan mengunakan atau menggerakan tenaga rakyat. Sedangkan revolusi Soviet merupakan revolusinya kaum proletar dan kaum tani menghantam kekuatan kapitalisme termasuk kekuatan borjuis di dalamnya.

Kesemua revolusi di atas memiliki perbedaan yang cukup mendasar dengan revolusi Indonesia. Revolusi 45 yang mampu mengulingkan kekuatan imperialisme di Indonesia dimotori bukan oleh kalangan berjuis/kelas menengah melainkan merupakan perjuangan yang dibangun dan dijalankan oleh kekuatan seluruh rakyat nusantara. Pola perjuangan dibangun dan bertumpu pada kekuatan masyarakat paling bawah, petani, nelayan, buruh, pelajar, pemuda, santri dll, semuanya ambil bagian dalam revolusi tersebut.

Tiap revolusi membawa sifat dan watak sendiri yang ditentukan oleh keadaan objektif, objek imperialismenya, objek induk dari pada imperialisme itu, juga objek keadaan dari pada rakyat yang berevolusi (Soekarno). Itulah salah satu dasar alasan yang menjadikan sosialisme, komunisme atau liberalisme tidak dapat menjadi falsafah-ideologi Indonesia. Disamping alasan sosio-budaya, sosio-historis dan geopolitik Indonesia yang sangat unik bila dibandingkan dengan masyarakat dibelahan dunia manapun.

Maka lahirlah PANCASILA. Ada tiga pokok pengertian yang terkandung dalam Pancasila. Pertama, unsur Theos, di mana Pancasila sebagai pemerasan kesatuan jiwa Indonesia. Kedua, unsur Mithos di mana Pancasila sebagai manifestasi persatuan bangsa dan wilayah Indonesia. Ketiga, unsur Etos, dimana Pancasila sebagai cara pandang-prinsip hidup (Weltanschauung) bangsa Indonesia dalam penghidupan nasional dan internasional.


Pancasila pada lintas zaman

Ada trauma sejarah yang menggelayut dalam memori kolektif manusia Indonesia. Pengalaman pahit yang sulit dilupakan atau bahkan dimaafkan. Ceritanya bermula ketika pada tahun 1960 Soekarno berpidato pada sidang umum PBB. Pada pidatonya tersebut, Soekarno dengan tegas menunjukan sikap resistensi Indonesia atas tekanan (hegemoni) Blok Barat (Kapitalisme) dan Blok Timur (Komunisme). Indonesia menyatakan sikap untuk tidak memihak salah satu Blok tersebut, melainkan mendeklarasikan Ideologi Pancasila sebagai anti tesis dari ideologi dunia lainnya.

Sikap tersebut disambut baik oleh para delegasi negara-negara Asia dan Afrika yang sudah lebih dulu tergabung dalam Gerakan Non Blok. Gerakan yang membagi dunia bukan dalam kekuatan Bipolar melainkan Tripolar dengan Amerika, Soviet dan Indonesia sebagai poros kekuatan dunia ketika itu. Sikap Indonesia mendapat respon negatif (tidak direstui) oleh Amerika dan Soviet. Kenapa demikian? Karena baik Sosialisme, Komunisme, Kapitalisme, Liberalisme hanya punya satu motif dominan yaitu akses sumberdaya alam (kapital) yang melimpah ruah di negara-negara Asia-Afrika khususnya Indonesia.

Jalan satu-satunya untuk menembus blokade Indonesia adalah dengan dua jalan yaitu, dengan membuat konflik internal untuk menjatuhkan kekuasaan (Soekarno) dan juga melemahkan kekuatan Ideologi negara. Bila mengunakan pendekatan teori konspirasi, banyak analisis yang menyimpulkan upaya pelemahan tersebut dimotori oleh kekuatan blok barat sebagai upaya mereka untuk mengakses sumberdaya alam di negara dunia ketiga (Non Blok). Salah satu caranya adalah dengan melemahkan kekuatan poros utama dari gerakan Non Blok yaitu Indonesia.

Babak selanjutnya, lewat paham developmentalisme atau pembangunan dan prasyarat utamanya adalah stabilitas politik dan pro modal asing. Rezim lantas mengunakan instrumen pemaksa untuk membendung gejolak yang dianggap akan menganggu stabilitas. Pancasila kemudian berubah menjadi ideologi tertutup dan digunakan oleh penguasa untuk menjatuhkan lawan-lawan politiknya. Atas nama Pancasila siapa saja yang menyuarakan hak warganegara dan dianggap oleh penguasa mengganggu jalannya developmentalisme akan ditindak tegas, dituduh subversib dan sah untuk dihancurkan. Perilaku Ordebaru yang represif dan otoriter berbuah trauma dan tertutup, salah satunya dialamatkan pada Pancasila. Itulah perasaan yang wajar mengingat prakterek Ordebaru tersebut berlangsung selama 32 tahun dan itu bukanlah suatu hitungan waktu yang singkat.

Pasca Reformasi, Pancasila mulai meredup, diawali dengan penghapusan mata pelajaran Pancasila dari kurikulum pendidikan nasional. Namun dipihak lain, terhitung sejak Reformasi sudah terjadi empat kali Amandemen UUD 1945. Ini tentu mesti kita sikapi dan kita kaji lebih lanjut, karena bila dikaji secara seksama dan mendalam maka dampak dari empat kali Amandemen UUD 1945 tersebut banyak melahirkan pasal-pasal baru yang sangat rancuh dan justru melemahkan kostitusi serta kehidupan berbangsa-bernegara.

Saat ini terutama dalam dua bulan terakhir Pancasila mulai jadi obrolan luas di media massa, hal itu sebabkan rencana mata pelajaran Pancasila akan masuk dalam kurikulum pendidikan nasional. Ini adalah kabar baik sekaligus kabar buruk. Kabar buruk-nya adalah wacana Pancasila masuk kurikulum pendidikan nasional dianggap terlalu prematur dan cenderung terlambat. Perlu adaptasi, kajian dan tafsiran mendalam serta menyeluruh sesuai dengan amanat Proklamasi 1945 dan tuntutan zaman. Kabar baik adalah diskursus pemahaman Pancasila yang kembali menyeruak di ranah publik dapat menjadi wadah untuk kembali mempertajam pemahaman, membentuk karakter dan kesadaran kita semua untuk secara gotong royong memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai bukti bahwa Pancasila memang lahir untuk (Re)Publik.



gambar

Label: , edit post
0 Responses

Posting Komentar