MENCIPTA DAMAI DI MALUKU
22.29
MENCIPTA DAMAI DI MALUKU
Kondisi Maluku seumpama rumput kering, sedikit percikan api dapat menimbulkan kebakaran sporadis. Hijaukanlah rumput kering tersebut biar semua menikmati kebahagiaan
Layaknya daerah lain di
Indonesia, Maluku yang juga disebut negeri seribu pulau adalah daerah yang
memiliki keragaman adat-budaya dan masih dijunjung tinggi sampai sekarang.
Adat-budaya sudah menjadi satu tautan hidup yang tak dapat dipisahkan, karena Adat-budaya
punya rangkaian historis yang memuat unsur estetis dan mengandung pesan etis.
Kekayaan dan keragaman adat-budaya menjadi modal dasar yang dapat kita jadikan
batu pijakan untuk mencipta damai di Maluku.
Pela-Gandong adalah teknologi-budaya masyarakat Maluku
dalam membangun komunitas masyarakat yang harmonis. Pela merupakan suatu hubungan
kekeluargaan yang dibangun atas dasar saling tolong menolong antara satu dengan
yang lainnya sehingga mereka meng(ikrar)kan diri sebagai saudara. Sedangkan,
Gandong adalah ikatan sedarah (adik-kakak) karena berasal dari rahim ibu yang
satu.
Pada umumnya ikatan
Pela-Gandong yang ada di Maluku mengikat dua entitas (negeri/desa) yang
berbeda, terutama dari latar belakang kepercayaan. Ikatan ini kemudian mencipta
satu rasa, saling menghargai, saling menghormati dan saling menolong. Seperti
yang tersirat dalam falsafah hidup orang Maluku, ale rasa beta rasa, potong di kuku rasa di daging, katong samua
basudara.
Sampai saat ini, kita
mesti bersyukur bahwa Pela-Gandong menjadi media efektif dalam mewujudkan
perdamaian di Maluku. Lagi-lagi ikatan kekerabatan dan kekeluargaan yang
termanifestasikan dalam adat-budaya menjadi alat pemersatu. Sehingga bukan
semata dimaknai sebagai serimonial melainkan mengandung unsur spiritual
sehingga semuanya tunduk dan menjunjung nilai-nilai luhur yang diwariskan
leluhur tersebut.
Rekonsiliasi
Seutuhnya
Insiden 11 September
kemarin jadi ujian berat bagi upaya rekonsiliasi di Maluku. Insiden tersebut
seakan jadi isyarat bahwa upaya rekonsiliasi di Maluku belumlah selesai. Masih
banyak pekerjaan rumah yang harus disegerakan untuk membangun perdamaian
seutuhnya. Pada tataran praksis, metode rekonsiliasi dengan partisispasi warga
lewat instrument adat-budaya sudah menunjukan hasil yang optimal. Indikator
minimalnya adalah komunikasi dan koordinasi dapat berjalan dan mampu mencipta
tertib sosial secara menyeluruh di Maluku.
Namun, kita juga harus
sadar betul bahwa rekonsiliasi pasca konflik bukan hanya persoalan mencipta
hubungan yang harmionis, melainkan bagaimana mengisi hubungan yang harmonis
(damai) tersebut. Lantas apa yang harus dikerjakan ketika kedamaian sudah
terwujud? Itulah pertanyaan besarnya. Atau lebih spesifik yang terkait dengan
pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat Maluku.
Rekonsiliasi sejati membutuhkan
upaya proporsional, yaitu bangunlah jiwanya dan bangunlah badannya, damailah
negerinya dan sejahtera rakyatnya. Pertama (bangunlah jiwanya) dapat dan sudah
termanifestasikan dalam nilai-nilai adat-budaya yaitu Pela-Gandong. Sedangkan yang
kedua (bangunlah badanya) yaitu kebutuhan badaniah (kesejahteraan) boleh
dibilang masih jauh dari harapan dan masih banyak hal yang harus dilakukan.
Damai
Sejahtera
Bila berbicara pada
tataran pembangunan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan, maka keterlibatan
pemerintah menjadi mutlak adanya. Pemerintah daerah punya otoritas dalam
menentukan arah pembangunan di Maluku sedangkan pemerintah pusat punya
kewajiban untuk mendukung terwujudnya agenda tersebut. Kesuksesan pembangunan
suatu Negara atau suatu Provinsi tidak terlepas dari cara pandang dan indikator
yang digunakan dari pembangunan kesejahteraan itu sendiri.
Indonesia dalam satu
dekade terakhir dicipta sebagai Negara yang ramah investasi asing dan gemar
dengan perdagangan bebas. Secara konsepsional terutama pada tataran ekonomi
internasional hal itu adalah lumrah. Namun, menjadi kecelakaan ketika potensi
dan sumberdaya yang pada awalnya mampu di olah mandiri ternyata sudah dikuasi
asing dan anak negeri hanya berharap pada tetes-tetes kekayaan yang urung
datang. Konsep ekonomi yang sangat pro-modal dan pro-pasar tadi justru semakin
menekan kreatifitas dan potensi masyarakat. Anak negeri menjadi terasing di
tanah sendiri, dan kesejahteraan hanyalah mimpi belaka. Ini juga yang berlaku
di Maluku atau di daerah lainnya di Indonesia.
Bila kita seksama
melihat potensi sumberdaya alam di Maluku, maka kita akan sangat optimis bahwa
dengan kekayaan yang sedemikian banyak sudah sepantasnya masyarakat Maluku
menikmati kesejahteraannya. Tetapi pertanyaannya kenapa itu urung tercipta? Sekurangnya
ada dua persoalan mendasar yaitu sumberdaya manusia dan ketersediaan infrastruktur.
Pertama, peningkatan
sumberdaya manusia. Yaitu dengan peningkatan kesempatan dan pembukaan
pendidikan formal dengan menyiapkan infrastruktur dan suprastruktur pendidikan
yang berkualitas. Memberikan beasiswa dan kesempatan terbuka bagi anak daerah
yang punya potensi dalam porsi yang lebih besar. Pada tataran masyarakat, pemerintah
daerah dapat mengadakan pelatihan aplikatif dan bantuan permodalan untuk
pengembangan usaha kecil-usaha menegah dengan melibatkan kelompok kerja atau
kelompok usaha yang tersebar di desa-desa.
Kedua, Pengembangan
infrastruktur. Infrastruktur yang dimaksud menitik beratkan pada sarana transportasi
dan penunjang usaha swadaya masyarakat. Mobilisasi manusia, barang dan jasa di
Maluku masih sangatlah mahal dan sulit dijangkau sehingga distribusi informasi,
barang dan jasa tersendat. Ini mempunyai korelasi dengan keberadaan sektor
usaha mandiri (pertanian, perikanan, dan industri rumahan). Infrastruktur
seperti jalan, jembatan dan pelabuhan sangat dibutuhkan di Maluku.
Perlu dicatat bahwa upaya
dalam mencipta kesejahteraan bukanlah hal mudah seperti menghirup dan
menghembuskan nafas. Penciptaan sumberdaya manusia yang berkualitas dan
pembangunan infrastruktur dipandang sebatas stimulus yang mampu merangsang
terciptanya kreatifitas masyarakat dalam mengelola alam dan menjawab
keterbatasan yang dimiliki.
Bila kebutuhan jiwa dan
kebutuhan badan sudah mampu dijawab, kita lantas dapat optimis perdamaian yang
seutuhnya akan tercipta. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa
rekonsiliasi dan penciptaan kedamaian di Maluku haruslah menyentuh seluru aspek
dan melibatkan semua pihak.
Apa artinya kedamaian bila
tidak dibarengi dengan kesejahteraan, demikian pula apalah guna kesejahteraan
tanpa kedamaian. Keduanya berjalan sinergis, tidak dapat dipisahkan. Dan
perdamaian dan kesejahteraan di Maluku menjadi tugas dan kerja nasional kita
semua sebagai bukti bahwa kita adalah bangsa beradab.
Penulis
adalah peneliti pada Cakrawala Institute.
(Center for Fair Development Studies-Pusat Study untuk Keadilan Pembangunan)
(Center for Fair Development Studies-Pusat Study untuk Keadilan Pembangunan)
Posting Komentar